Sejak beberapa minggu yang lalu aku memikirkan sebuah kenyataan yang tak pernah benar-benar aku sadari. Aku mencoba melihat sekelilingku. Bagaimana kehidupan orang-orang di sekitarku. Membandingkan dengan kehidupanku sendiri. Dan hanya satu yang selalu aku bandingkan, keluarga.
Pekerjaan orang tua teman-temanku sangatlah beragam. Mulai dari supir taksi, penjual barang bekas, kondektur truk, petani, penjual hewan ternak, penjahit, bahkan ada juga yang bilang ayahnya si itu kerjaannya pemulung. Ada pula sebagian yang kerjanya sebagai
reporter TV, guru, kerja di PLN, kerja di Perhutani, kerja di PT Gas Negara, dsb. Enggak ada yang salah sama semua pekerjaan tersebut, dan nggak ada maksud membanding-bandingkan. Yang bikin aku bangga punya temen mereka-mereka itu adalah karena mereka nggak pernah malu sama pekerjaan orang tua mereka, dan sebagian lainnya enggak malu harus temenan sama mereka. Biasanya, di jaman sekarang kan anak-anak seusiaku malu tuh ya kalo ada yang bilang pekerjaan orang tuanya nggak keren. Ih, menurutku ya, mereka ( temen-temenku dan orang tua mereka ) itu keren dan luar biasa! <~ di-blod yah ini. Gimana coba ngedidik anak biar bisa punya rasa bangga kayak gitu sama orang tuanya, yang bisa ngedidik anaknya jadi smart gitu. Meskipun ada juga sih satu di antara temen-temenku itu yang sempat menutup-nutupi pekerjaan ayahnya dan berpura-pura ayahnya punya kerjaan apaaa gitu. Yah, akunya yang udah tau ya diem aja. Enggak berhak ngelarang juga kan? Tapi alhamdulillahnya sekarang dia enggak pernah kayak gitu lagi. :) #bighug
reporter TV, guru, kerja di PLN, kerja di Perhutani, kerja di PT Gas Negara, dsb. Enggak ada yang salah sama semua pekerjaan tersebut, dan nggak ada maksud membanding-bandingkan. Yang bikin aku bangga punya temen mereka-mereka itu adalah karena mereka nggak pernah malu sama pekerjaan orang tua mereka, dan sebagian lainnya enggak malu harus temenan sama mereka. Biasanya, di jaman sekarang kan anak-anak seusiaku malu tuh ya kalo ada yang bilang pekerjaan orang tuanya nggak keren. Ih, menurutku ya, mereka ( temen-temenku dan orang tua mereka ) itu keren dan luar biasa! <~ di-blod yah ini. Gimana coba ngedidik anak biar bisa punya rasa bangga kayak gitu sama orang tuanya, yang bisa ngedidik anaknya jadi smart gitu. Meskipun ada juga sih satu di antara temen-temenku itu yang sempat menutup-nutupi pekerjaan ayahnya dan berpura-pura ayahnya punya kerjaan apaaa gitu. Yah, akunya yang udah tau ya diem aja. Enggak berhak ngelarang juga kan? Tapi alhamdulillahnya sekarang dia enggak pernah kayak gitu lagi. :) #bighug
Pertama kali memikirkan hal ini itu waktu aku nyewa truk buat ke gunung Ungaran. Aku duduk di depan samping pak supir. Bapaknya tanya kenapa kok aku kerja sambil ambil kuliah sore, tanya juga ayahku kerjanya apaan. Dan bapaknya supir heran, padahal ayahku PNS, tapi kenapa aku harus sambil kerja. Sedangkan bapak supir itu, walau hanya dengan menyupir truk bisa menyekolahkan anaknya ke politeknik terkenal di kotaku ini. Enggak kaget sih akunya, karena temen-temenku pun juga ada lah yang kayak gitu. Tapi ya itu, setelah dipikir-pikir, ternyata temen-temenku hebat-hebat :) Bangga deh kenal sama kalian :D
Meskipun orang tua mereka dapetnya penghasilan nggak tentu per bulannya, tapi toh nyatanya beliau-beliau itu mampu menyekolahkan anaknya sampai anaknya berhasil, ada juga tuh yang anaknya akhirnya berhasil jadi PNS. :) Selain itu, perhatian sama keluarganya itu lhooo, subbahanallah. Bikin aku iri. Duuuuh ._. Mereka tetap menjaga hubungan baik di keluarganya. Bukan berarti keluargaku nggak menjaga hubungan baik ya ini. Tapi mungkin bisa jadi, orang-orang yang punya kuasa lebih dalam pekerjaannya, mereka memungkinkan untuk melakukan perceraian. Merasa mampu bayar pengadilan kali ya, hmm, entahlah. Kadang aku sempat takut, apakah jika orang tua mengalami perceraian, maka juga akan dialami pula oleh anaknya? Naudzubillah. Semoga tidak. Aamiin.
Yang jelas, dengan melihat orang-orang sekelilingku, yang mungkin keadaan ekonominya nggak tentu per bulannya, harusnya aku tetep bersyukur, setidaknya walaupun penghasilan orang tuaku kepotong bayar koperasilah atau potongan lainnya, kami masih mendapat tunjangan kesehatan, pesiunan hari tua juga. Dan dari merekalah aku belajar enggak merasa 'down' dengan keadaan keluargaku yang harus berpisah ini. :')
Waktu ada temenku yang nulis di blognya cerita gimana perjuangan dia buat beli sepatu impiannya, dia bilang "hmm, tabunganku langsung ludesssssssss". Duh dalam hatiku yang paling dalam, "itu udah mending bisa nabung, uang sakuku sehari aja cuma cukup buat naik angkot sama jajan siang" -padahal sekolah sampek sore bahkan malam- Mau nabung ya puasa! Dan tragisnya, di rumah jarang banget tuh ada makan. Sedianya mie instan sama telor, oh iya, dan kecap. Aku makan bergizi itu ya di sekolahan, makan ramesan. Huehehe. Tau ramesan? Ini kayaknya khas warung Tegal yang ada di Semarang. Nasi Rames itu nasi isinya mie, kering tempe, sayur sambel goreng rambak, ditambah sayur yang ijo-ijo (bisa kangkung atau kacang panjang). Yah, aku maklum juga 'tante'ku ini super sibuk, aktivis daerah. Makanya kalau mau banyak gizi itu main ke rumah ibu. :D Dijamin makmur :)
No comments:
Post a Comment